Di
dinding-dinding dalam sebuah ruangan yang cukup luas itu terdapat beberapa foto
dengan lanskap hitam putih. Foto-foto yang sarat dengan makna perjuangan dari
salah seorang peletak dasar ideologi Negara Indonesia. Soekarno, yang dikenal
pula dengan macan podium berdiri gagah dalam salah satu foto-foto itu. Bagaimana
tidak, foto-foto itu mengesankan keheroikan, agar setiap orang yang masuk ke
dalam ruangan tersebut tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri—letak dasar ideologi
negaranya sendiri.
Di balik meja
kerja, seseorang bermata sipit dengan penuh semangat menjelaskan tentang makna
nasionalisme. Hal ini mematahkan pendapat sentimen yang selama ini masih ada bahwa
orang-orang keturunan hanya bisa meraup untung saja dari orang-orang pribumi.
Rasa nasionalisme yang tidak terbangun dengan sendirinya, tetapi muncul karena
proses panjang yang dialami oleh seseorang itu.
Berlatar belakang
keluarga Tionghoa tidak membuat almarhum Johanes Lukman—ayah dari Alex Indra
Lukman serta-merta ikut-ikutan atau cari aman dengan mendukung pemerintahan
Orde Baru. Sehingga, tekanan demi tekanan yang dilancarkan pemerintahan Orde
Baru, terutama bagi lawan-lawan politik Soeharto ketika itu, telah menjadi
makanan sehari-hari yang mau tidak mau mesti dihadapi. Pilihan dan kekonsistenan
Johanes Lukman terhadap garis politik Marhaen yang ketika Orde Baru diusung
oleh Partai Demokrasi Indonesia, secara tidak langsung memberikan dampak ideologis
yang signifikan terhadap anak-anaknya terutama bagi Alex Indra Lukman sendiri.
Alhasil, Lukman kecil disisihkan dari pergaulan teman-teman sesama etnis
Tionghoa di sekitaran Pondok hanya karena perbedaan garis politik itu. Namun,
beliau bukanlah tipe pendendam. Sampai akhir hayatnya, beliau terus gigih dalam
memperjuangkan aspirasi-aspirasi rakyat banyak.
Karir politik
terakhir dari Johanes Lukman sendiri adalah sebagai anggota DPR-RI Komisi 3
yang membidangi masalah pertanian pada periode 1999-2004. Serta, menjabat juga
sebagai Wakil Bendahara DPP PDI-Perjuangan periode 2000-2005. Namun, Yang Maha
Kuasa berkehendak lain, sehingga beliau tidak sempat menyelesaikan tugas-tugas
pada periode itu. Johanes Lukman dipanggil ke Hadirat Yang Maha Kuasa pada
tahun 2000 yang lalu meninggalkan Alex, keluarga besar PDI-Perjuangan dan Rakyat
Indonesia yang sangat ia cintai.
Alex Indra
Lukman: Pilihan dan Konsisten
Alex Indra Lukman
lahir di Kota Padang tanggal 31 Desember 1970. Semenjak usia sekolah, Alex
Indra Lukman menjalin kedekatan yang sangat erat dengan teman-temannya yang
mayoritas Muslim di daerah Pemancungan. Cibiran dan merasa asing tidak
dirasakan Alex ketika itu. Berbeda halnya, jika ia bertahan bergaul di daerah
sekitaran pondok yang mayoritas merupakan pendukung Orde Baru. Bahkan
sebaliknya, sikap toleransi begitu hangat tercipta dalam berbagai perbedaan
tersebut. Sehingga, kehidupan di Surau yang ketika itu masih kental tidak
menjadi asing bagi diri Alex yang non-muslim.
Sikap yang ada
pada diri teman-teman Alex ketika itu, tanpa sadar membuat semacam studi
perbandingan pada diri Alex sendiri. “Kenapa teman-teman begitu menghargainya?”
pertanyaan yang mungkin muncul dalam kepala Alex kecil. Pertanyaan yang terus
saja berulang setiap ia bertemu dengan komunitas-komunitas Muslim lainnya baik
di dalam negeri maupun di luar negeri.
Ajaran-ajaran
atau pokok pikiran sederhana dalam Islam tertanam dalam memori Alex. Dua hal mendasar
yang selalu ia temui bahwa dalam Islam, hubungan vertikal serta horizontal atau
hubungan antara manusia dengan Tuhan (Tauhid) dan manusia dengan sesama manusia
terjaga dengan baik. Hal tersebut semakin menguat ketika Alex sempat mengenyam
pendidikan tinggi di FH Frankfurt Am Main dan bekerja sebagai Kepala Regu di
Lufthansa Cargo. Keduanya, dilakukan selama 6 tahun ketika ia berada di tanah
Jerman sekitar tahun 1990 sampai 1996.
Tahun 2007
merupakan tahun bersejarah dalam kehidupan Alex. Pencarian spiritual tersebut
akhirnya meyakinkan diri Alex untuk memeluk Islam pada tahun itu. Keinginan dan
keputusannya tersebut disambut baik oleh Buya Mas’oed Abidin yang merupakan
seorang tokoh alim ulama di Sumatera Barat. Keislamannya itu disaksikan oleh
orang nomor 1 dan 2 di Sumatera Barat ketika itu yaitu Gamawan Fauzi dan Marlis
Rahman.
Meski telah menjadi
muallaf, hal tersebut tidak membuat lulusan FISIPOL Eka Sakti Padang jurusan
Sospol/Komunikasi tahun 2008 ini terbebas dari pendapat-pendapat miring
terhadap dirinya. Ujian pertama bagi dirinya setelah masuk Islam adalah
mempertahankan akidahnya dari pendapat-pendapat miring tersebut. Secara
kebetulan saja pada saat itu, ia telah aktif pada kegiatan Partai Demokrasi
Indonesia-Perjuangan semenjak pulang dari tanah Jerman. Sehingga, isu bahwa
keislamannya adalah untuk melanggengkan karir politik begitu deras ia rasakan.
Namun bagi Alex,
hal itu tidaklah menjadi persoalan. Toh, akidah Islam yang ia pegang teguh
sekarang adalah tanggung jawab diri pribadinya terhadap Tuhan, bukan terhadap
si penyebar isu-isu yang tidak bertanggung jawab itu. Lambat laun, ia meyakini
isu tersebut akan pudar, karena memang tidak sedikitpun hal tersebut terbukti.
Bahkan, dengan begitu, ia sadar agar tetap kukuh dan teguh pada diri
pendiriannya seperti yang diajarkan ayahnya mengenai pilihan hidup, kekonsistenan
dalam menjalankan pilihan dan tetap mencintai rakyat kecil.
ALEX INDRA LUKMAN
|
Tempat / Tanggal Lahir : Padang / 31 Desember 1970
Agama : Islam
Orang Tua
- Ayah : Johanes Lukman
(alm)
- Ibu : Djunita
Virgo
Adik
: Albert
Hendra Lukman
Istri : Cynthia
Hardi
Anak : - Nicholas
Axel Lukman
-
Anindya Aisyah Lukman
- Abinaya Artha Lukman
Slogan : “Berani Jujur
dan Tidak
Memilih Politik Uang”
Hobi : Sepak Bola
Pendidikan Formal
- SD Agnes (1976 - 1983)
- SMP Frater (1983 - 1986)
- SMA Don Bosco (1986 – 1989)
- Pendidikan Tinggi FH Frankfurt Am Main (1990 –
1996)
- Pendidikan Tinggi FISIPOL Universitas Eka
Sakti (2004 -2008)
Karir Politik
- Anggota Balitbang DPW PDI-Perjuangan Sumbar
(2000-2005)
- Sekretaris DPW PDI-Perjuangan Sumbar (2005-
2010)
- Ketua DPW PDI-Perjuangan Sumbar (2010-2015)
|
0 Comment to "JALAN PILIHAN SEORANG ANAK TIONGHOA "
Posting Komentar